Selasa, 28 Februari 2012

Hujan di bulan Nopember

Rintik I : permohonan
Sebuah pena dari langit
Menuliskan goresan di sekujur debu kering
Meronta…meminta asa
Jadikan aku penduduk bumi
Akan kuisi hati-jiwa yang kering
‘kan kuhibur dengan nada-nada rindu
Mengalir jauh ke samudra
Tak perlu! Kata si induk, Bumi
Aku cukuplah aku
Tak perlu kau urusi aku


Rintik II : kesungguhan

Bagai sebuah orkestra
Not-not balok berjuntai menghunjam lebam
Bersama lirih angin nan menggoda
Sementara bumi bermuka masam
Cemberut…
Berkerut…
Dalam hati ia mengumpat
Langit pengkhianat!
Apa maumu?
Lama kau singkap cinta, baru kau ungkap sekarang
Seolah-olah kau tunaikan cinta
Dengan air bah membahana
Kau hentakkan nadiku dengan nadamu
Tak perlu kudengar bahasa klise
Sudah kau tinggalkan aku dulu
Aku ingin melupakanmu
Langit, awan dan angin tersenyum
Hati sang bumi mulai tergerus abrasi cinta


Rintik III : sanggahan
Tak peduli pada bualan surya
Tentang cintanya pada rembulan
Fiktif!
Hanya buang kata!
Dengan segala keangkuhannya, surya tak ‘kan
Bersanding dengan cintanya
Hanya gerhana penyatu keduanya
Lantas, siapa suka gerhana?
Atau Mars pada dewinya, Venus
Acuh satu sama lainnya
Betapa herannya ‘ku pada manusia
Yang mempersandingkan keduanya
Sementara mengacuhkan induknya, Bumi
Melajang selamanya?
Cintaku pada bumi bukan bualan tanpa makna
Atau fiktif tanpa realita


Rintik IV : media
Dedaunan hijau menyambut hujan
Rerumputan kuning terbuang tergantikan
Bunga-bunga mekar tengah bermesraan
Dengan kumbang dan lebah bergantian
Sungai-sungai mengalir panjang
Mengangkut dosa-dosa kemarau silam
Kerinduannya pada bahari akan terobati
Karena cinta menyatukan asin dan tawar tanpa beban
Melebur hitam dan putih dalam persinggungan
Menghapus satu duka, menggantinya dengan
Sejuta keceriaan
Melebur dosa tak termaafkan
Menjadi ruh dalam perjalanan kehidupan
Berbingkai kerinduan


Rintik V : hymne cinta
Sepi
Hujan telah pergi
Hanya meninggalkan tanah basah tak sempurna
Bukan sepi, tapi diam
Semua mendengarkan bumi mengigau
Meratap, melamun, tersedu, haru
Akankah hujan datang lagi?
Sempurna
Abrasi hujan cinta dari Langit, sang kekasih
Telah meluluh-lantakkan pendiriannya
Melebur emosi dalam adonan cinta
Merindukan pertemuan yang dibencinya
Membenci dirinya dalam kepasrahan cinta
Sejenak, bumi lupa bahwa ia ingin melupakan segala
Mengasuh anak-anaknya yang durhaka
Kita….


Rintik VI : semesta cinta

Tak lama
Dan bumi masih tersedu
Langit mencoba menggoda bumi
Merayu surya yang tengah berkuasa
Menyampaikan pada bumi, berkas-berkas cintanya
Tangis bumi terhenti
Terpana pada lintas warna-warni pelangi
Seraya bergumam berharap pada langit
Tak apa kau pergi, tapi lekaslah kembali
Sebelum cintaku surut lagi
Membencimu cukup sekali saja
Karena cintaku padamu tiada batasnya
‘kan kuhidupi anak-anakku, manusia
Dengan cinta kita bersama
Selamanya


Rintik VII : dalam hati langit
Aku hanyalah makhluk lugu
Tercipta dari cinta Tuhan
Tak pernah ku mengenal cinta
Jikalau saja Tuhan tiada mengenalkannya padaku
Maka kala aku dititahkan untuk mencintai bumi
Aku akan mencintainya dengan yakin
Seyakin Tuhan menciptakan bumi untukku
Ingin kulindungi bumi dari terik surya
Juga anak-anaknya, para manusia
Dan hanya hujan yang turun kadang-kadang
Yang bisa menerjemahkan cintaku pada bumi
Hanya dengan pelangi
Yang kujadikan mahar kerinduannya
Maka jika bumi ingin agar ‘ku selalu bersama
Aku bukanlah makhluk sempurna
Aku mungkin bisa mencintai
Tapi tidak untuk terus ada
Aku hanya bisa berjanji satu
Hatiku satu, untukmu satu….


Rintik VIII : dalam hati bumi

Langit!
Jangan bohong
Aku tahu kau cinta padaku
Itu saja bagiku
Cukup!

Bojonegoro, 6/11/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar