di bawah siluet khattul istiwa'
sebuah negeri pernah berbangga berimbun hijau
dibelah oleh paparan biru berjuta ikan
ada bukit penuh emas nan utuh membatu
ada kesegaran hujan abadi di rantau keramaian
di mana budak tak pernah ada
karena negeri ini tak punya tuan
hanya punya Tuhan
tatkala surya tak jemu menafkahi
tak kenal waktu dan tanpa lelah
angin hanya sekali teriak kala senja
mengusap keringat dan membasuh luka
memulangkan sekawanan ternak dari ladang hijau
menghantarkan malam dan bintang-bintang
sebagai dongeng-dongeng bisu
sebelum anak-anak bumi tertidur
sebagai saksi-saksi buta
muda-mudi yang bercengkerama
sebagai selimut tak bernyawa
untuk yang menghabiskan malam
bersama Tuhannya
mereka yang tak pernah lupa
akan selalu merindukan pagi bersama surya
kembali menyapa negeri yang tengah tertidur dengan
beraneka mimpi
di bawah siluet khattul istiwa'
(mimpi pertama)
di lintasan kilau cahya surya
yang berpendar melewati kisi-kisi mendung hitam
seorang anak kecil dengan gitar di tangan
telah habiskan nafas tanpa sempat
memeram luka
di antara lalu lalang mobil di jalanan kota
seorang pemuda melintas menghampiri
mengambil bungkusan penuh keping kartal
lantas berlalu tanpa peduli pada
harga sebuah nyawa
(mimpi kedua)
deretan gedung dan riuh semarak suara pekerja
kini lengang tanpa harapan
dimusnahkan bendungan lumpur yang seharusnya
tak pernah ada
iya, bendungan yang hanya bisa menghentikan laju lumpur
tak untuk menghentikan laju air mata
tak cukup untuk melebur dosa dan lara
(mimpi ketiga)
di sini sungai-sungai berdemo dengan merubah warna
tentang apa yang dibawa kesana kemari
limbah dan polutan yang menggatalkan hati
di sini air laut berdemo dengan tak pernah lagi
diam
maka bila badai sudah tak lagi cukup
untuk menghilangkan sumbat di telinga dan
hati anak daratan
mengapakah masih harus menyimpan tsunami?
di sini gunung-gunung berdemo dengan membentuk serikat
bersekongkol dan berkompromi
agar bebatuan dan mineral di badan tak habis
digerogoti tikus-tikus tamak berkaki dua
agar pepohonan yang ingin lebih lama membelai angkasa
tak hanya diganti dengan angin kosong dan
janji-janji yang hanya muncul lima tahun sekali
orasi-orasi dengan imbalan korupsi
cukuplah disentuh dengan sekali erupsi
atau dinginnya lahar yang menjalar
(mimpi keempat)
di sebuah gedung saksi kejayaan para senator negeri
kini telah semerbak dengan bau menyengat korupsi
telah dihiasi dengan suara remeh temeh dan bual kata
orang-orang penting itu mungkin telah lupa bunyi lanjutan
dari rakyat, oleh rakyat dan ...
titik-titik yang tak pernah diisi
atau diisi lantas dihapus lagi
mungkin juga tak pernah diajari bahwa
wakil rakyat akan selamanya di bawah kekuasaan
rakyat?
ada masih banyak mimpi yang akan hadir
dan sang negeri segan untuk bangun
tak tahu bahwa satu malam tak cukup untuk
menunggu mimpi-mimpi indah yang belum jua datang
lupa bahwa ada yang tengah menanti
sang mentari yang terbit resah kebingungan
tak ada lagi yang disapa dalam kehangatan pagi
di bawah siluet khattul istiwa'
apakah aku terbit terlalu pagi
ataukah sang negeri sedang meriang
ataukah masih terlelap dalam tidur panjang
menikmati mimpi-mimpi buruknya
di sana, di depan peraduan
para tetangga yang datang tak sabar masuk melayat
ada kabar
negeri itu kini telah mati
mati suri
menunggu kita anak bangsa untuk
menciptakan mimpi-mimpi indah sendiri
membangunkan negeri ini
untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu
dan kembali menyapa surya
di bawah siluet khattul istiwa'
yanbu'ul qur'an, 12 maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar