Selasa, 31 Januari 2012

Solah Udin & interaksi sosial

di sebelahku adalah udin. teman satu angkatanku masuk pondok yang sekarang sedang menemaniku makan dengan lahapnya nasi putih dengan lauk pecel yang menjadi menu wajib kami pada selasa pagi. seperti layaknya santri, kami makan sepinggan berdua, khusus pagi itu, karena biasanya kami makan senampan beramai-ramai.walaupun aku dan udin sama-sama tipikal orang pendiam, tapi kami berbeda dalam kebijakan keuangan. dia lebih royal membelanjakan uang kiriman untuk keperluan mulut (makanan) sedangkan aku lebih memikirkan keperluan mata (buku bacaan). seperti kali itu, dia membeli dua tempe goreng gimbal (kami sering menyebutnya 'mendoan'). aku menebak, kedua mendoan itu akan dimakannya sendiri, walau di hati kecil juga ada secercah keinginan agar dia mau berbagi, walau secuil dan aku juga segan untuk sekedar meminta. dugaanku benar.

satu pelajaran yang kudapat: aku seperti bercermin pada diriku yang dulu. pribadi lugu yang terlahir sebagai makhluk individu, akan sama selamanya dan mati tanpa kawan mengiring jika tidak dilatih untuk menjadi makhluk sosial. proses awal untuk berbagi adalah interaksi alami dari hubungan kekeluargaan. saya kadang tertawa geli mengingat masa kecil ketika saya sering bersitegang dengan mas agung hanya gara-gara masalah mainan atau hal sepele lainnya. atau dimarahi nenek (almarhumah) karena mecahin gelas. sebuah proses kita belajar yang dulu membuat kita menangis karena tidak suka (siapa yang suka dimarahin?) tapi juga membuat kita sekarang menangis karena rindu hal-hal seperti itu, mengulangi lagi proses tersebut, membuat hubungan yang lebih harmonis dengan keluarga.

sosok udin yang kuceritakan di atas, adalah tipe anak tunggal yang tentunya tak bisa melakukan interaksi dua arah yang biasa terjadi sesama saudara. dia terbiasa menerima interaksi satu arah dari kedua orang tua semenjak kecil, sehingga sangat patuh pada kebijakan ortu. tipe 'lurus' seperti dia memang kadang menguntungkan. sosok yang lurus dan patuh pada perintah atasan banyak dicari oleh negara akhir-akhir ini. tapi sebagai calon pemimpin masa depan, khususnya kepala rumah tangga, tipe seperti itu akan sukar untuk bergabung luwes dengan masyarakat sekitar.

alhamdulillah. syukur tak terkira kepada Allah yang telah mengajariku untuk menjadi manusia terbaik dari ummat yang terbaik. khoirunnas anfa'uhum linnas. tubuh yang ringkih ini setidaknya pernah dikenal orang dan sedikit mempengaruhi kerja para partnerku. beragam sensor di dalam kepala ini juga pernah menyapa pemikiran banyak orang. beribadah yang powerfull adalah muamalah ma'annas, karena disitu kita bisa berlatih menata hati, pikiran dan perbuatan. semua itu kita niati satu: mardlotillah!

berbagi tempe goreng hanyalah salah satu dari sekian proses diri bertransfomasi dari ciri individualis menjadi 'lebih' sosial (soalnya sosialis punya konotasi jelek gara-gara karl marx). dalam banyak bidang lain aku masih harus belajar dari udin temanku itu. biarlah sembari kita mengamati indahnya angin membasuh rumput pagi yang kedinginan, kita nikmati jua hangatnya mentari yang menyambut kita dengan satu kata: semangat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar